skip to Main Content

Perjuangan dan Kebingungan

 

Kicauan burung serta gemrisik dedaunan yang tertiup angin menemani dinginnya pagi di kampus kaktus, butiran-butiran air menyelimuti langit.  Hingga tak lagi panas menyelimuti kota ini. Ula, mahasiswa jurusan fisika angkatan 2010, ia begitu mencintai dunia fisika cita-citanya menjadi seorang ilmuan di dunia fisika.

Seminggu yang lalu Pertamina membuka pendaftaran lomba tingkat nasional yang selalu dilaksanakan tiap tahunnya, namun kali ini sedikit berbeda ada salah satu kategori lomba baru yaitu Science Project. Lomba itu menuntut pesertanya untuk berinovasi dan menciptakan alat baru.Ula melihat peluang ini sebagai ajang untuk menyalurkan ide-ide kreatifnya yang selama ini terpendam.

Sore itu di depan ruang jurusan fisika terjadi pertemuan 4 orang dengan segudang ide dalam otak mereka. Ula, Danu, Putra, dan Jhie terpikir oleh mereka bagaimana menciptakan pembangkit listrik yang murah dan ramah lingkungan.

“Saya dan Danu kemarin sudah coba membuat pembangkit listrik dari air laut, jadi reaksi dari air laut dengan anoda serta katoda akan menghasilkan tegangan listrik. Namun tegangan yang di hasilkan dari 1 selnya sangat kecil” ucap Ula membuka pembicaraan mereka.

“Kalau begitu kita coba buat beberapa sel dengan memanfaatkan botol air mineral sebagai tiap-tiap selnya” tambah Putra.

Percobaan pun berlanjut, pembangkit listrik tenaga air laut pun di uji coba dengan membuat sel-sel untuk pembangkit tersebut.

“Nihil! Tegangan bebasnya sih besar, tapi ketika di kasih beban langsung drop. Kalau seperti ini tidak bisa dibuat jadi pembangkit listrik!” Ujar Ula dengan nada kecewa.

“Sabar La, kita coba alternatif lain yang bisa hasilkan listrik lebih baik dari ini” ujar Danu sambil menepuk pundak sahabatnya itu

“Ya sudah hari ini kita break dulu, kita coba cari ide lain. Besok ketemu di sini lagi jam 4 sore dengan membawa ide masing-masing” tambah Putra.

 

Hembusan angin menyapu keheningan malam. Terangnya lampu taman tak membuat ide itu muncul, dengan gelisah Putra berpikir alat apa yang dapat menghasilkan tenaga listrik. Getaran ponsel di atas meja menyadarkannya dari kegelisahan.

Sebuah SMS dari Danu “Tra, saya ada ide gimana kalau buat kincir angin dari botol air mineral bekas?”

“Oke besok kita bicarakan lagi bareng tim, di tempat biasa ya”

Bergegas Putra menuju kamarnya dan mengambil barang kesayangannya, ia mulai browsing tentang kincir angin.

“Kincir angin ya?” sambil menatap layar laptopnya. Malam itu Putra tertidur di depan laptopnya.

 

Pukul 16.00

“La di mana? Saya sudah di depan FM 5” sms  Putra pada Ula.

“Bentar Tra, saya masih di kelas”

“Oke”

Putra duduk di depan kelas itu sambil memikirkan apa yang akan di buat nantinya

“eh sudah lama Tra?” tegur Danu

“Lumayan lah, hampir 15 menit“

“eh gimana tuh katanya mau buat kincir angin?” tambah Putra.

“Iya Tra, kita coba buat kincir angina dari botol air mineral, nanti botolnya dibelah,” sambil mengamibl sesuatu.

Tak lama Danu membuka laptop dan menunjukan konsep kincir angin yang akan mereka buat. Ula pun menghampiri mereka.

Sorry guys tadi saya masih ada matakuliah, nah gimana konsep kincirnya sudah ada?”

“Sudah La! Cuman kita harus modifikasi lagi biar lebi inovatif” balas Danu sambil menunjukan konsep kincir angina di laptopnya.

“oke, kalau begitu kita kumpulin bahannya sekarang, ntar malem kita buat di rumah Putra jam 8”

Mereka pun bergegas mengumpulkan alat dan bahan yang akan digunakan. Botol bekas, interboard1, kayu, dinamo bekas pun terkumpul.

Pukul 20.00

“Assalamualaikum”

“Waalaikumsalam”

“Masuk La, Nu!” Putra mempersilahkan kawannya itu masuk.

“eh kita mau rubah di bagian mananya ini kincir ?” Tanya Putra penasaran.

“Gimana kalau dibuat banyak terus digabungkan jadinya seperti sel surya” jawab Ula sambil mengambarkan model yang ia maksud.

“Oke, Sip.” Jawb Putra paham.

Malam itu mereka mulai mengerjakan prototype alat mereka, walau mulai larut malam semangat mereka tak hilang, walau mata hanya tinggal 5 watt.

Pukul 02.00

“Alhamdulillah, untuk kincirnya sudah jadi semua. Besok tinggal kita buat bingkai untuk kincir ini sekaligus masang dinamo” Ula dengan nada puas dan lemas.

“Besok dibuat di mana nih?”Sambil membereskan sisa-sisa kekacauan yang mereka buat

“Di kampus aja Tra!” tambah Danu

“Kalau gitu kita pulang dulu Tra, sudah malam” Ula meminta izin.

Dinginnya malam menemani Danu dan Ula pulang dan membawa sekotak harapan pada alat mereka. Esok harinya mereka melanjutkan proyek mereka.

“Ngomong-ngomong alat kita namanya apa? Tanya Ula pada Putra dan Danu

“Sel Angin !!” Ucap Danu

“Karena dalam alat ini terdapat 6 kincir jadi namanua sel angin seperti Sel Surya” tambahnya.

“Ide Bagus!”

 

Perjuangan mereka belum berakhir tahap demi tahap akan mereka lewati, sekarang mereka baru di awal perang. Protype “Sel Angin” pertama mereka akhirnya selesai dan siap di lombakan di tahap universitas.

Matahari keluar dari tempat persembunyiannya, mulai menghangatkan bumi yang semalaman kedinginan. Menghangatkan sekawan yang berjuang demi impian mereka, mengharumkan nama Universitas Mereka.

Auditorium, ramai akan peserta-peserta yang akan mengikuti lomba OSN Pertamina. Disisi lain Ula, Danu, Putra, dan Jhie tegang akan menghadapi sesi presentasi. Dan akhirnya saat itu tiba, 3 orang juri menanyai mereka.

“Jadi apa keunggulan alat ini?” Kata juri 1

Dengan tegas Ula menjawab “Alat ini dapat di bawa kemana-mana jadi ketika traveling kita bisa manfaatkan alat ini untuk menghasilkan listrik”

“Kemudian jika alat ini di gabungkan dalam jumlah banyak nantinya dapat menjadi sumber energy alternatif untuk rumah tangga terutama kawasan pesisir pantai atau kawasan yang berangin”

Walau hanya berlangsung melalui teleconference suasana tegang itu menyelimuti mereka, rasa khawatir rasa minder pun datang, sekitar 1 jam pertanyaan demi pertanyaan dijawab oleh tim.

“Terimakasih, saya rasa cukup. Ide kalian unik jadi tunggu saja hasil pengumumannya yah” ucap juri 3.

Setelah Presentasi itu, tim bergegas keluar ruangan. Disana sedang dilakokan proses voting untuk mendapatkan juara poster terfavorit. Peserta OSN teori berdesakan ada yang ragu memilih ada pula yang asal pilih.

“140, 141, 142,143, 145, 146. Poster nomer 2 mendapatkan 146 suara. Dengan demikian poster nomer 2 menjadi poster terfavorit.” Ujar Panitia OSN

“Tra, nomer 2 Tra, kita menang poster favorit Tra.!” Teriak Jhie.

“Alhamdulilah” timpa Putra

“Gak sia-sia begadang ngerjain ini” tambahnya sambil tertawa.

“Kalu begini kita tinggal tunggu pengumuman untuk maju ke tingkat nasional”

“Tetap semangat”

 

2 minggu berlalu sejak hari itu, hari di mana akan diumumkan hasil lomba tingkat regional, dan siapa-siapa yang berhak melanjutkan ke tingkat nasional.

“Teman-teman, kita lolos tingkat regional, sekarang harus berjuang tingkat Nasional!!” sms Jhie pada teman-teman se-timnya.

Dengan demikian perjuangan mereka berlanjut demi mencapai hasil terbaik mereka coba merevisi alat mereka, mulai dari mengganti bingkai menjadi logam, bahan kincir yang di perkuat, perkabelan yang di rapikan, serta system pengisian baterai dari kincir tersebut.

Di tengah kesibukan itu, mereka memikirkan cara agar tim tersebut buisa berangkat selurunya, karena menurut panitia hanya 1 orang yang di biayai untuk berangkat ke tingkat nasional.

Proposal dilayangkan ke fakultas, namun nihil. Semua mengatakan tidak ada dana untuk perjalanan, di fakultas Putra malah Wakil dekan III berkata “ Untuk dana semuanya sudah dibagi rata untuk seluruh organisasi mahasiswa di fakultas”.

Tak sampai di situ, perjuangan berlanjut di tingat universitas, berjam-jam mereka menunggu Bapak Rektor, tapi apa daya, proposal hanya di disposisi tanpa dibaca itu pun dilakukan di lobi.

Berlanjut ke Wakil Rektor III, di sana lagi-lagi nada yang sama kembali terucap “ berhubung ini akhir tahun semua dana perjalanan sudah habis, tapi saya coba rekomendasikan ke bagian keuangan” kata Wakil Rektor III

Di sana kekecewaan kembali terulang, di hari-hari terakhir sebelum keberangkatan tak ada lagi setitik harapan bagi tim itu tuk pergi sepenuhnya. Usaha untuk mengharumkan nama universitas tak di dukung oleh pihak universitas itu sendiri apa boleh buat . Akhirnya di putuskan Ula mewakili tim tersebut tuk maju di sana.

“Semangat La, berjuanglah di sana biar menang dan mengharumkan kampus” ucap Putra yang mengantar Ula di bandara.

Seluruh perwakilan dari masing masing regional hadir disana di auditorium megah. Rasa minder yang sudah di buang jauh jauh datang lagi. Namun itu tak lama, Ula mulai bangkit dan mempresentasikan “Sel Angin” didepan ribuan audien. Keringat dingin bercucuran membasahi tubunya.

Lemparan pertanyaan demi pertanyaan hadapinya, tak satupun yang terlewatkan, entah sudah berapa pertanyaan yang ia dapat.

Perjuangan itu pun berakhir, hanya pengalaman yang dapat ia bawa pulang tak ada yang lain. Harapan-harapan yang sebelumnya di gantung kini mulai di turunkan. Dan mulai menggantungkan harapan-harapan yang lainnya.

Tim itu pun kembali ke aktivitas mereka masing-masing . Di bawah pohon Johar yang rindang Putra membuka laptop kesayangannya melanjutkan browsing materi sesekali ia lihat facebook yang penuh pemberitahuan. Dan terbacalah status facebook Ula:

Berjam-jam bongkar file arsip2 lama, tanpa sadar mentertawai diri sendiri. lumayan banyaklah kudapati tulisan-tulisan lamaku: Apa Bedanya Hukum dan Postulat?, Dari Limit Hingga Fungsi Alam Semesta, Hukum Newton dan Implementasinya Pada Kehidupan Organisasi, Kampusku TADULAKO, Kota Palu-Kebisingan dan Respon Kita, Pendidikan Diantara Krisis Kejujuran, Menyikapi Orientasi Akademik Mahasiswa Baru FMIPA UNTAD, Sebuah Kritisi atas Metode Pembelajaran Eksperimental, Surat Terbuka untuk Prof. Yohanes Surya, Syarat Kelulusan dan Sumbangan Ilmuwan Indonesia, Kurikulum 2013 dan Masa Depan Sains Indonesia, dsb.
Lucunya semua tulisan diatas tidak ada yang rampung ditulis hingga selesai. Semuanya berhenti ditengah jalan.

Ada beberapa poin penting yg aku simpulkan.
1. Kurang motivasi baik dari dalam maupun luar diri
2. Iklim menulis tdk tumbuh dilingkungan sekitar
3. Tidak adanya wadah yg dapat mengapresiasi tulisan maupun tempat dimintai komentar. (FLP Sulteng adalah organisasi sastra, bukan kepenulisan artikel ilmiah)
4. Kesibukan kuliah dan Organisasi

yah akhirnya nulis tunggu ada mood, kalo modnya ilang ditengah jalan tulisannya berhenti. Ditambah berbagai kesibukan tulisannya dilupakan sampai setahun kemudian tulisannya dibuka kembali. Haha, mahasiswa kok ga bisa nulis?

Putra hanya tersenyum kecil membacanya, dan di kepalanya terpikir bagaimana hidup ini akan ia lanjutkan..

Born in Palu, grew in Palu, Malang, Porto.
Falling In Love with Photography,
Some of photo can be found at Instagram.com/ediutomoputra

Back To Top