Kalau sebelum-sebelumnya saya bercerita tentang beberapa perjalanan saya di Eropa. Kali ini saya akan bercerita…
Beras Sintetis, Siapa Takut!
Tingkat konsumsi beras di Indonesia mencapai angka 139 kg/kapita/tahun, lebih tinggi dari konsumsi rata-rata di Asia Tenggara, sehingga untuk memenuhi kebutuhannya sering dilakukan impor beras. Beberapa pecan terakhir kita dikejutkan oleh berita mengenai beras sintetis temuan salah satu penjual nasi di kota Bekasi yang hingga saat tulisan ini dibuat masih belum ketemu titik terangnya.
Daripada kita membahas beras sintetis yang diberitakan itu lebih baik kita bahas beras sintetis yang nantinya diharapkan dapat menggantikan fungsi beras yang kita makan biasanya.
Sebenarnya beras sintetis tidaklah berbahaya, asal berasal dari bahan-bahan yang memang ditujukan untuk makanan bukan plastik yang heboh diberitakan itu. Di dunia sudah dilakukan beberapa penelitian dan pengolahan bahan-bahan menjadi beras sintetis atau beras analog yang berasal dari bahan pangan non padi. Proses pembuatan beras analog sudah pernah dilakukan dengan menggunakan metode granulasi [1,2,3,4,5,6,7] . Namun beras analog yang dihasilkan mempunyai karakteristik yang masih jauh dari yang diharapkan (bentuk bulat, densitas rendah dan mudah pecah). Metode lain yang dicoba digunakan untuk membuat beras analog adalah ekstrusi [7,8,9]. Teknologi ekstrusi pangan adalah proses mengalirkan secara paksa bahan pangan melalui barrel dengan satu atau lebih variasi kondisi proses pencampuran, pemanasan dan pengaliran (shearing) serta melewatkan melalui die yang didesain untuk membentuk dan/atau mengembangkan hasil ekstrusi.
Bahan
Lalu bahan-bahan apa saja yang bisa digunakan untuk membuat beras analog ini? Oleh karena beras merupakan sumber karbohidrat maka beras analog harus dibuat dari bahan yang juga dikenal sebagai sumber karbohidrat yang biasanya tersimpan pada tanaman dalam bentuk pati. Bahan lain yang diperlukan dalam pembuatan beras analog adalah serat atau tepung (pati yang mengandung serat), air, lipid, bahan pengikat dan penyetting serta bahan aditif yang bersifat opsional seperti pewarna, flavor, fortifikan dan antioksidan. Nah bahan pengikat ini lah yang mungkin disalahgunakan oleh pemasok beras yang sekarang menjadi topic pembicaraan, bisa jadi pembuatnya menggunakan bahan resin alias plastik menurut orang awam.
Proses Pembuatan[10]
Secara umum proses ekstrusi untuk membuat beras analog hampir sama dengan proses pembuatan produk-produk ekstrusi lainnya yang terdiri dari empat tahap, antara lain: formulasi, prekondisi, ekstrusi dan pengeringan.
1. Formulasi
Tahapan formulasi bertujuan untuk membuat campuran bahan baku beras analog dengan komposisi yang diinginkan. Pati atau tepung yang merupakan bahan baku utama harus digiling untuk mendapatkan ukuran partikel tertentu (lolos No. 10 dan tertahan No. 300 Standard mesh screen US). Kemudian lipid dan komponen minor lainnya seperti pengikat, emulsifier dan mineral ditambahkan dengan jumlah tertentu. Formula harus mengandung cukup fraksi pati yang nantinya akan tergelatinisasi dan mengikat kuat produk. Pengikatan partikel-partikel di dalam beras analog juga bisa menggunakan pengikat hidrokoloid (binder agent).
2. Prekondisi
Prekondisi mempunyai peranan yang penting pada proses ekstrusi secara keseluruhan. Ada beberapa keuntungan dari penggunaan prekondisi pada proses ekstrusi, antara lain: meningkatkan keseragaman hidrasi partikel, mengurangi waktu tinggal adonan di dalam ekstruder dan meningkatkan waktu tinggal secara keseluruhan, meningkatkan umur pemakaian alat yang dikarenakan menurunnya penggunaan komponen screw dan barrel . Pada tahap prekondisi campuran bahan baku hasil formulasi dipertahankan pada kondisi hangat (suhu 80 – 90°C) dan basah selama waktu tertentu dan kemudian dialirkan ke ekstruder. Pencampuran yang baik dibutuhkan agar permukaan partikel dapat kontak dengan air dan kukus (steam) yang ditambahkan. Waktu tinggal yang cukup juga diperlukan untuk memberikan kesempatan proses difusi uap air dan perpindahan panas dari permukaan ke bagian dalam partikel. Dengan demikian campuran bahan baku beras analog akan terplastisasi di dalam alat prekondisi dan bisa dialirkan ke
3. Ekstruksi
Pada tahap ekstrusi adonan akan mengalami proses pemanasan lagi pada suhu yang sedikit lebih tinggi dibanding proses sebelumnya. Di samping itu adonan juga akan mengalami proses homogenisasi lebih lanjut, pengaliran (shearing) dan pembentukan ketika keluar dari die. Proses degradasi pati menjadi molekul-molekul yang lebih kecil diminimalkan sehingga fungsi beras analog sebagi sumber karbohidrat tetap dapat dipertahankan. Pembuatan beras analog dengan proses ekstrusi bisa dilakukan dengan ekstruder ulir tunggal maupun ulir ganda. Namun ekstruder ulir ganda lebih banyak digunakan karena mempunyai kemampuan dan fleksibilitas yang lebih besar untuk mengendalikan parameter proses dan produk. Desain yang fleksibel memungkinkan perawatan screw dan barrel lebih cepat dan mudah.
Barrel ekstruder yang di dalamnya terdapat screw dibagi menjadi tiga daerah atau zona, yaitu : daerah pemasukan adonan (feeding zone), daerah pengadonan (kneading zone) dan daerah pemasakan (cooking zone) .Feeding zone merupakan daerah tempat masuknya partikel diskret bahan berdensity rendah ke dalam barrel. Di kneading zone bahan mulai kehilangan bentuk granulanya dan densitasnya mulai meningkat. Partikel diskret bahan mulai mengaglomerisasi karena meningkatnya suhu akibat dari panas konduksi, panas injeksi dan energi dissipasi akibat gesekan sehingga terbentuk massa adonan yang mengalir lebih kompak. Di cooking zone suhu dan tekanan meningkat paling cepat akibat konfigurasi screw dan kompresi yang maksimum sehingga menimbulkan laju geser yang tinggi. Ekstrudat yang keluar dari die ekstruder akan memiliki tekstur, densitas, warna dan sifat-sifat fungsional produk yang diinginkan.
Untuk menghasilkan beras analog yang memiliki sifat-sifat kimia fisika, penanakan dan tekstur yang mirip dengan beras perlu memperhatikan beberapa variabel dan parameter yang terlibat dalam proses ekstrusi. Variabel-variabel tersebut meliputi variabel input yang terdiri dari komposisi bahan (pati, protein, serat, lemak), kadar air, ukuran partikel dan aditif dan variabel proses yang berkaitan dengan kondisi operasional proses seperti suhu, kecepatan screw, laju alir umpan dan kecepatan pisau potong. Sedangkan parameter sistem ekstrusi mencakup specific mechanical energy (SME), energi thermal, waktu tinggal, viskositas lelehan, suhu dan tekanan produk, luas bukaan die dan juga hambatan aliran. Parameter output proses ekstrusi lainnya adalah gelatinisasi adonan di dalam barrel ekstruder, kadar air dan suhu produk . Namun semua karakterisitk produk tersebut hanya dipengaruhi secara langsung oleh empat parameter pengolahan kritis yaitu: kadar air adonan di dalam proses ekstrusi, energi mekanik masuk, energi panas masuk dan waktu tinggal bahan di dalam barrel ekstruder.
Beras analog yang dihasilkan oleh ekstruder direndam di dalam air mendidih yang mengandung garam pen setting selama 3-20 menit dan kemudian dicuci untuk menghilangkan larutan garam yang menempel. Selanjutnya beras analog didinginkan untuk meretrogradasi pati yang telah mengalami gelatinisasi saat proses ekstrusi sehingga didapatkan biji beras analog yang padat.
4. Pengeringan
Beras analog yang diperoleh masih memiliki kadar air yang cukup tinggi dan harus dikeringkan untuk menurunkan kadar air sampai dibawah 15 persen agar memiliki umur simpan yang cukup panjang . Pengeringan dapat dilakukan dengan menggunakan energi matahari maupun dengan alat pengering seperti pengering tray, pengering putar, pengering unggun terfluidiasi dan sebagainya. Daerah tropis yang memiliki banyak energi matahari bisa menggunakan pengering matahari selama 24 jam. Untuk skala industri dengan kapasitas yang besar bisa menggunakan pengering putar atau ierfluidisasi yang beroperasi secara kontinyu dan mempunyai kapasitas yang besar. Produk beras analog yang dihasilkan dibungkus dalam kemasan yang rapat dan vakum untuk mencegah tumbuhnya jamur dan berkembangnya bakteri.
Kelebihan:
Jika beras yang sekarang heboh diberitakan dapat berbahaya bagi manusia, maka beras sintetis (analog) ini memiliki kelebihan tersendiri disbanding beras pada umumnya.
Seperti yang dikutip dari web berasanalog.com Beras Analog memiliki beberapa kelebihan dari beras putih biasa sebagai berikut :
1. Indeks glikemiknya lebih rendah. Indeks Glikemik adalah angka yang menunjukkan potensi peningkatan gula darah dari karbohidrat pada suatu makanan yang dikonsumsi
2. Kandungan seratnya 4 kali lebih tinggi
3. Lebih praktis, karena beras analog tidak perlu dicuci bisa langsung dimasak (beras sudah bersih) dan juga waktu memasaknya lebih cepat
4. Pada proses pembuatan beras analog bisa ditambahkan zat gizi tertentu (fortifikasi) sesuai keinginan dan kebutuhan. Sehingga beras analog menjadi lebih kaya kandungan gizi yang diperlukan oleh tubuh.
Jadi di tengah harga beras yang mahal, isu kesehatan soal beras yang mengandung glukosa tinggi, hingga beras plastik, beras analog adalah solusi sehat memenuhi kebutuhan makan sehat tanpa harga mahal sekaligus memanfaatkan keragaman sumber pangan di Indonesia.
Sumber:
[1]Katsuya, N., Sagara, T., Takahashi, R., Yoshida, T., dan Ojima, T. 1971. Process for Producing Enriched Artificial Rice. US patent no 3.628.966.
[2] Yoshida, T., Sagara, T., Ojima, T., Takahashi, R., dan Takahashi, M. 1971. Process for Producing Enriched Artificial Rice. US patent no 3.620.762.
[3] Kurachi, H. 1995. Process for Making Enriched Artificial Rice. US Patent no 5.403.606.
[4] Samad, M. Y. 2003. Pembuatan Beras Tiruan (Artificial Rice) dari Bahan Baku Ubikayu dan Sagu. Prosiding Seminar Teknologi untuk negeri, Vol II, 36-40.
[5] Lisnan V. 2008. Pengembangan Beras Artifisial Dari Ubi Kayu dan Ubi Jalar Sebagai Upaya Diversifikasi Pangan. Skripsi di Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor.
[6] Herawati, H. dan Widowati, S. 2009. Karakteristik Beras Mutiara Dari Ubi Jalar. Buletin Teknologi Pascapanen Pertanian Vol.5
[7] Melianawati, A. 1998. Karakteristik Produk Ekstrusi Campurann Menir Beras-Tepung Pisang-Kedelai Olahan. Skripsi di Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor.
[8] Irfan, M. 2003. Perubahan Sifat-Sifat Fisikokimia Tepung Talas (Colocasia esculenta (L.) Schott) Selama Proses Ekstrusi Pada Berbagai Tingkat Suplementasi Beras (Oryza sativa L.). Skripsi di Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor.
[9] Hagenimana, A., Ding, X., dan Fang, T. 2006. Evaluation of Rice Fluor Modified by Extrusion Cooking. Journal of Cereal Science, 43 : 38-46
[10] Budi, Setia Faleh., Purwiyatno Hariyadi., Slamet Budijanto dan Dahrul Syah. 2013. Teknologi Proses Ekstrusi untuk Membuat Beras Analog. J. PANGAN, Vol. 22 No. 3 September 2013 : 263-274