Kicauan burung serta gemrisik dedaunan yang tertiup angin menemani dinginnya pagi di kampus kaktus, butiran-butiran air menyelimuti langit. Hingga tak lagi panas menyelimuti kota ini. Ula, mahasiswa jurusan fisika angkatan 2010, ia begitu mencintai dunia fisika cita-citanya menjadi seorang ilmuan di dunia fisika.
Dibalik Rahasia Pasti Ada Rahasia
Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui.” (Al-Baqarah: 216)
^^^
Seperti biasa, kukayuh sepedahku melewati jalan-jalan disekitar perkampungan. Hari ini suasananya sedikit berbeda dari hari-hari sebelumnya. Entah mengapa, akupun bingung. Perasaan ini seperti tak tenang.
Terus kukayuh sepedahku, semakin ku percepat karena sepertinya aku akan terlambat ke sekolah bila hanya dengan kecepatan ini. Sambil mengayuh, aku terus memikirkan, perasaan apa yang sebenarnya melanda ini. Tapi sudahlah mungkin hanya perasaan takut terlambat saja.
Pukul 07.20 WITA aku tiba di sekolah. Benar saja aku di hukum karena terlambat 5 menit. Ini kali pertama aku terlambat biasanya aku selalu tepat waktu.
Seorang guru menghampiriku, Pak Budi namanya. “Tumben kamu telat” ujarnya. Aku hanya berkata “Iya nih pak” sambil menggaruk-garuk kepala.
Setelah di beri kartu hukuman aku dipersilahkan masuk ke kelas. Sesampainya di kelas kembali sindiran menghampiriku “hey Tra tumben telat, biasanya kamu paling cepat datang dan paling lambat pulangnya,” kata temanku sambil tertawa.
Sepulang sekolah, kembali ku kayuh sepedahku, tapi aku tak langsung pulang. Aku singgah di daerah taman di sekitaran pantai, untuk sejenak menenangkan diri.
Sejenak ku termenung, “Masa depanku seperti apa yah? Apa jadi pejabat? Jadi penulis? Jadi apa yah? Atau jangan jangan pengangguran? Wih Naudzubillah. Tak ingin aku seperti itu”.
Tersadar dari lamunan itu, ku tekadkan dalam hatiku bahwa nanti aku akan menjadi manusia yang berguna bagi masyarakat dan membahagiakan adik-adikku.
^^^
“Assalamualaikum….”
“Waalaikumsalam. Eh, kakak kok baru pulang?” sapa adikku saat membuka pintu.
“Nda papa tadi ada keperluan sedikit jadi agak terlambat,” jawabku sambil tersenyum. Bergegas aku menuju kamar untuk melepaskan penat ini dan mengulangi pelajaran yang kudapat tadi pagi.
“Kak, sudah makan siang belum?” Mutia memanggilku.
“Belum dek,” jawabku sambil menata buku-buku ku.
“Kalo gitu makan dulu kak,” balas Mutia sambil menyiapkan makan untukku. Aku pun segera menyantap makanan yang disiapkan Mutia. Mutia adalah adikku yang paling perhatian padaku ia 4 tahun lebih muda dariku kami sering bercerita apapun masalah yang kami hadapi.
“Tia, ibu kemana dek?” tanyaku pada Mutia.
“Ibu ke pasar kak, sama-sama Ai.” Balas Tia. Ai adalah panggilan akrab Sari adikku yang paling bungsu 2 tahun lebih muda dari Tia. Ia memang paling dekat dengan ibu kami sampai-sampai, kemana pun ibu pasti ada dia. Ayah kami telah meninggal sejak aku SMP. Sejak itu aku sebagai kepala keluarga di keluarga ini.
“Tia, nanti bantu kakak ngatur barang di toko ya!” ucapku sambil menghabiskan makanan.
“Siap bos!” jawab Tia tegas.
Sore itu aku dan Mutia mengatur barang-barang yang ada di toko serta mencatat stok barang dagangan kami. Yah bisa dikatakan ini rutinitas harian kami demi mencukupi kebutuhan sehari-hari. Di sela-sela rutinitas kami aku selalu menyempatkan mengulang-ulang kembali pelajaran yang kudapat di sekolah serta mengajari adik-adikku. Ini semua kulakukan demi mengejar salah satu impianku yaitu melanjutkan kuliah di jurusan teknik informatika di ITB, untuk itu aku harus belajar lebih giat, maklum lah keluaga kami pas-pasan. Maklum lah keluarga kami pas-pasan jadi kalau mau kuliah di sana harus bisa dapat beasiswa biar tidak membebani.
^^^
Satu bulan kemudian
“Ai, kamu nanti jangan nakal yah! Harus nurut sama ibu dan Kak Mutia jangan malas-malas bangun pagi, nanti kalau kakak sudah di Bandung kalau kamu masih nakal ibu sama Kak Mutia bakal repot.” Hari itu ku nasehati Sari, karena tak lama lagi aku mungkin akan meninggalkan rumah ini sementara.
Keesokan harinya di sekolah aku di hubungi oleh Ibu Titin, guru BK di sekolahku perihal pendaftaran SNMPTN jalur undangan. Bu Titin menjelaskan bahwa pendaftaran sudah di buka, jadi bagi yang ingin mendaftar segera melapor agar dibantu proses pendaftarannya oleh sekolah.
Memang sebulan terakhir aku sering sekali nongkrong di ruang BK, bukan karena aku ada masalah, namun untuk membantu memasukan data-data siswa di sekolah guna mempercepat proses registrasi sekolah untuk pendaftaran SNMPTN.
“Tra, kalau sudah selesai input data-datanya kamu beritahu teman-teman ya untuk segera menghadap ibu supaya bisa ibu jelaskan prosedur pendaftarannya” ucap Bu Titin padaku.
“Iya bu.” Ujarku
Dua hari kemudian kami sudah bisa melakukan proses pendaftaran SNMPTN jalur undangan. Siang itu aku kembali gelisah tanpa sebab membuat pikiranku sedikit kacau.
Kegelisahan itu pun terjawab. ITB perguruan tinggi yang ku idam-idamkan tidak menerima pendaftar SNMPTN jalur undangan dari SMK walaupun jurusan di SMK sama dengan jurusan yang akan dipilih di ITB. Pikiranku langsung tak karuan, jantungku berdebar kencang seakan tak percaya kesempatan terbesar untukku hilang begitu saja.
Dengan penuh pertimbangan serta masukan-masukan dari guru-guru BK, akupun mencoba memilih universitas lain yang memiliki jurusan teknik informatika. Akhirnya kupilih ITS jurusan teknik informatika sebagai pilihan pertama, serta UNTAD jurusan agroteknologi. Yah setidaknya sama-sama teknologi.
3 minggu kemudian hasil seleksi SNMPTN jalur undangan pun diumumkan dengan rasa tegang dan penuh harap ku berlari menuju ruang BK untuk segera melihat pengumuman itu.
Kumasukan username serta password di halaman undangan.snmptn.ac.id. Dengan seraya berdoa pada Allah.
“Selamat Anda Lulus di Universitas Tadulako Jurusan Agroteknologi”
Kalimat itu terpampang jelas di layar komputer ruang BK. Harapanku kembali pupus untuk masuk jurusan teknik informatika.
“Ya Allah, dosa apa yang kulakukan? Hingga engkau beri ujian seperti ini pada hambamu ini.” Ucapku dalam hati. Aku semakin lemas saat melihat kalimat yang terpampang jelas di layar komputer itu
“Bu, saya tidak lulus teknik informatika.” Ujarku pada Bu Titin dengan nada lemas tak berdaya.
“Sabar Tra, kalau kamu niat masih ada SNMPTN jalur ujian malahan kamu bisa coba daftar ke ITB lagi.” Balas Bu Titin sambil menyemangatiku.
“Iya Bu, saya akan coba daftar lewat SNMPTN.” Jawabku sambil mencoba membangkitkan percaya diriku yang hilang.
Namun, untuk mengikuti SNMPTN jalur ujian peserta harus membayar Rp 150.000.
“Dari mana aku bisa mendapatkan uang sebanyak itu?” kembali pertanyaan muncul dari benakku. Akupun berusaha mencari pekerjaan tambahan untuk mendapatkan uang pendaftaran SNMPTN jalur ujian itu, mulai dari menjadi pekerja bangunan, hingga mengumpulkan botol bekas air mineral untuk ku jual.
^^^
Hari terus berlalu, hari terakhir pendaftaran SNMPTN pun sudah mulai dekat. Namun uang yang kukumpulkan belum cukup tuk mendaftar. Hingga akhirnya di hari terakhir pendaftaran itu di buka uangku pun terkumpul.
Dengan pakaian yang basah dengan keringat ku kayuh sepedahku mencari bank yang di tunjuk sebagai tempat mendaftar, hampir 1 jam aku mengayuh sepedah hingga akhirnya ku temukan bank itu. Kuletakkan sepedahku di parkiran. Sesampainya di bank aku disambut teller yang ramah.
“Ada yang bisa dibantu dik?’ Tanya teller tersebut sambil tersenyum.
“Saya mau daftar SNMPTN jalur ujian mbak.” Jawabku
“Maaf dik untuk pendaftaran SNMPTN kami belum bisa melayani karena ada gangguan jaringan, serta belum bisa dipastikan sampai kapan. Mungin di cabang lain adik bisa mendaftar.” Balas teller tadi.
“Oh, begitu ya mbak kalau begitu saya permisi dulu.” Ucapku dengan nada lemas.
Kembali kukayuh sepedahku tuk menemukan cabang lain dari bank ini. Akhirnya kutemukan bank tersebut setelah 1,5 jam berjalan. Maklum saja di tempatku letak bank ini begitu berjauhan satu sama lain. Ku masuki bank tersebut.
“Ada yang bisa di bantu dik?” pertanyaan itu kembali meluncur kearahku.
“Saya mau daftar SNMPTN jalur ujan Mbak.” Ujarku.
“Sayang sekali dik, pendaftaran SNMPTN jalur ujian baru saja ditutup 1 jam yang lalu.” Balasnya.
“Apa tidak bisa mbak saya minta tolong di buka lagi? Saya sudah jauh-jauh mbak mengayuh sepedah untuk mendaftar mbak.” Pintaku memelas.
“Maaf, penutupan itu bukan kami yang melakukan namun langsung dari kantor pusat. Jadi kami tidak bisa melakukan apa-apa.” Sang teller mencoba memberi pengertian.
“Tolong mbak, hubuni kantor pusatnya. Minta tolong dibukakan untuk saya.” Kembali ku memohon. Teller tadi pun menghubungi kantor pusat, perdebatan alot pun terjadi antara teller dan seseorang di ujung telpon sana.
“Maaf dik, saya sudah berusaha. Namun kebijakan dari pimpinan di sana pendaftaran sudah tidak bisa di buka lagi.” Sang teller menjelaskan.
Tanpa berkata kata aku meninggalkan bank tersebut dengan wajah kusut, pakaian penuh keringat. Ku kayuh sepedahku menuju rumah. Sesampainya di rumah aku langsung mengurung diri di kamar. Aku tak percaya perjuangan yang telah kulakukan semuanya tak berguna, semuanya sirna. Aku pun tertidur karena lelah.
Hampir 2 jam aku tertidur di kamar sampai ku lupa mengerjakan rutinitasku.
“Putra, boleh ibu masuk nak?” Suara ibuku dari luar kamar
“Iya, bu silahkan masuk.” Ucapku mempersilahkan ibuku masuk.
“Kamu kenapa nak? Ibu lihat kamu tak semangat serta lemes begitu.” Tanya ibuku.
“Cuman sedikit lelah bu, habis keliling-keliling cari bank.” Jawabku sambil tersenyum palsu.
“Yang bener? Kamu jangan bohong sama ibu, coba ceritakan sama ibumu ini.” Balas ibuku.
Tanpa menjawab aku hanya meneteskan air mata dan langsung memeluk ibuku. Lama aku memeluk ibuku. Tak mampu ku menahan kekecewaan ini.
“Cerita, nah.” Ucap ibuku
“Saya gagal masuk teknik informatika bu, saya gagal. Saya tidak punya kesempatan lagi bu. Tidak akan pernah kuliah di teknik informatika bu.” Jawabku
“Anak ibu yang pinter jangan terlalu kecewa seperti itu. Lagian kamu kan sudah lulus di jurusan lain nak.” ibuku mencoba menenangkanku.
“Tapi, bu. Saya maunya di teknik informatika saya tidak mau jurusan lain saya tidak suka bu. Saya sukanya hanya teknik informatika.” Balasku dengan nada kecewa.
“Anakku sayang, kamu tidak boleh seperti itu. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui. Di balik rahasia pasti ada rahasia nak. Kamu masih beruntung masih lulus dan bisa berkuliah, orang lain belum tentu seberuntung kamu.” Kembali ibu memberi pengertian padaku.
Kata-kata ibu membuatku terdiam, apa yang ibu katakan benar. Tidak mungkin Allah akan menyusahkanku. Aku pun mulai menerima keadaan ini. Hatiku pun berdizikir.
“Ih kakak ih, sudah besar nangis ih.” Ejek Tia mendekatiku. Akupun segera menghapus air mata yang sempat keluar sebelumnya.
“Manada, tadi kakak kelilipan yee.” Balasku mengelak.
“Ais, ngaku saja kakak eh. Kakak Putra sudah besar cengeng, kakak cengeng.” Tambah Ai.
“Awas kalian berdua ya, ngejek kakak. Kakak nda ajarin lagi nanti itu.” Ucapku dengan nada agak tinggi.
“Ampuuuuuuun kakak.” Jawab Tia dan Ai bersamaan. Ibu tersenyum melihat tingkah kami bertiga..
Seminggu kemudian akupun mengurus segala administrasi di kampus baruku di jurusan yang tidak ku sukai itu, namun aku mencoba menyukainya
^^^
4 tahun kemudian
Hari ini hembusan angin pagi memasuki kamarku melalui jendela-jendela, kicau burung menemaninya, cahaya matahari menembus lubang-lubang yang ada dan menerangi apa yang ia lewati, subhanallah. Sebulan yang lalu baru saja aku dinyatakan sebagai sarjana pertanian setelah berjuang melawan ketidak sukaanku kepada pertanian selama 3 tahun 10 bulan. Namun berbeda dengan aku saat itu, saat aku begitu sedih tak di terima di jurusan teknik informatika hingga tak ada lagi semangat hidup waktu itu.
Ketidak sukaan itu membawaku menjadi penyandang gelar cum laude, serta sebentar lagi mengantarkanku ke jepang tuk studi S2, ya sepeti itulah kenyataannya. Andai dulu ku berkuliah di teknik informatika mungkin aku tak akan menjadi serti ini, kini aku dan keluargaku tak lagi pas-pasan, aku punya usaha warnet serta ISP (Internet Service Provider). Ya ini semua karena ku tak di terima di teknik informatika, jadi kubalaskan dendamku dengan belajar sendiri hingga kupraktekkan sendiri.
“Kak, Tia berangkat ke sekolah dulu ya, mau daftar SNMPTN, bingung nih mau daftar di mana, takut nanti pulang-pulang sekolah nangis kayak kakak dulu.” Mutia berpamitan sambil menyindir kejadian beberapa tahun lalu itu.
“Eh kamu nakal ya, ngejekin kakak. Kakak jitak kamu nanti. Ya sudah hati hati di jalan.” Balasku.
“Assalamualaikum….” Mutia sambil mencium tanganku
“Waalaikumsalam….”
Begitulah Tia, tidak pernah berubah. Namun kalau waktu itu juga aku masuk teknik informatika. Mungkin aku tidak akan bisa menjaga adik-adikku ini hingga sebesar ini hingga mereka tak lagi perlu bersusah-susah tuk mencari uang. Benar kata ibuku di balik rahasia pasti ada rahasia.
Di balik rahasia pasti ada rahasia
Oleh Edi Utomo Putra